Harta dan kekayaan adalah bagian integral dari kehidupan manusia, dan Islam memberikan perhatian besar terhadap cara memperolehnya, menggunakannya, dan memandangnya. Al-Qur'an, sebagai kitab suci umat Islam, menawarkan panduan yang komprehensif mengenai harta, bagaimana seharusnya kekayaan dipandang, dan bagaimana orang beriman seharusnya bersikap terhadapnya.

1. Harta Sebagai Amanah, Bukan Tujuan

Dalam Islam, harta dipandang sebagai amanah dari Allah. Artinya, kekayaan bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, yaitu meraih keridhaan Allah dan kebahagiaan di akhirat. Dalam Surah Al-Hadid [57:7], Allah berfirman:

“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya...”

Ayat ini menunjukkan bahwa kekayaan yang dimiliki manusia sejatinya adalah milik Allah, dan manusia hanya diberi tanggung jawab untuk mengelolanya sesuai dengan syariat. Harta yang diperoleh harus digunakan untuk tujuan yang baik, termasuk untuk bersedekah, membantu yang membutuhkan, dan memperbaiki kualitas hidup bersama.

2. Keseimbangan dalam Mencari Kekayaan

Islam tidak mengajarkan untuk menjauhi harta atau mengabaikan kehidupan duniawi. Sebaliknya, Al-Qur'an menekankan pentingnya keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Dalam Surah Al-Qasas [28:77], Allah mengingatkan:

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) dunia...”

Ayat ini mengajarkan bahwa kita harus mencari kebahagiaan akhirat tanpa mengabaikan tanggung jawab kita di dunia, termasuk bekerja, berusaha, dan memperoleh harta secara halal. Dengan demikian, Islam tidak melarang kekayaan, namun memberikan panduan agar kekayaan tersebut diperoleh dan digunakan secara seimbang dan tidak berlebihan.

3. Peringatan Terhadap Keserakahan dan Cinta Dunia

Al-Qur'an juga memberikan peringatan keras terhadap cinta dunia yang berlebihan dan keserakahan dalam mengejar kekayaan. Harta yang diperoleh secara zalim, korupsi, atau dengan cara merugikan orang lain, dipandang sebagai dosa besar. Dalam Surah At-Takatsur [102:1-2], Allah menegur mereka yang terlalu sibuk mengejar dunia:

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.”

Keserakahan terhadap harta sering kali menjauhkan seseorang dari tujuan hidup yang sejati. Dalam pandangan Islam, mencintai dunia secara berlebihan dapat menyebabkan kelalaian terhadap Allah dan akhirat, serta menumbuhkan sifat-sifat negatif seperti tamak dan iri hati.

4. Sedekah dan Kedermawanan: Manifestasi Kepemilikan Harta yang Benar

Salah satu nilai utama yang ditekankan Al-Qur'an dalam hal kepemilikan harta adalah pentingnya berbagi dengan sesama. Allah mengingatkan bahwa sebagian dari harta yang kita miliki adalah hak orang lain, khususnya mereka yang membutuhkan. Dalam Surah Al-Baqarah [2:261], Allah menggambarkan pahala bagi orang yang bersedekah:

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir biji yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji...”

Konsep sedekah dan zakat dalam Islam bukan hanya tentang membantu orang lain, tetapi juga membersihkan harta dan hati pemiliknya dari sifat kikir dan tamak. Harta yang disedekahkan tidak akan berkurang, melainkan akan bertambah dan membawa keberkahan.

5. Pertanggungjawaban Terhadap Harta

Di akhirat, setiap orang akan diminta pertanggungjawaban tentang bagaimana ia memperoleh dan menggunakan hartanya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda:

"Tidak akan bergeser kaki seorang hamba di hari kiamat hingga ia ditanya tentang empat hal: tentang umurnya, untuk apa ia habiskan; tentang ilmunya, bagaimana ia amalkan; tentang hartanya, dari mana ia peroleh dan ke mana ia belanjakan; dan tentang tubuhnya, untuk apa ia gunakan."

Hadits ini menegaskan bahwa kekayaan bukanlah sekadar kepemilikan duniawi, melainkan bagian dari ujian di dunia. Mereka yang mengelola hartanya dengan cara yang benar akan mendapatkan pahala dan kebahagiaan di akhirat.

6. Kekayaan Bukan Penentu Kehormatan atau Kedudukan

Al-Qur'an juga menegaskan bahwa kekayaan bukanlah penentu kehormatan atau kedudukan seseorang di mata Allah. Dalam Surah Al-Hujurat [49:13], Allah menegaskan bahwa yang paling mulia di antara manusia adalah yang paling bertakwa, bukan yang paling kaya:

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.”

Dalam pandangan Islam, harta hanyalah alat, bukan tujuan. Kekayaan tidak membuat seseorang lebih mulia di sisi Allah, kecuali jika kekayaan tersebut digunakan untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Kesimpulan

Dari pandangan Al-Qur'an, harta dan kekayaan adalah anugerah dari Allah yang harus dikelola dengan bijak. Harta bukanlah tujuan hidup, melainkan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan membantu sesama. Keserakahan dan cinta dunia yang berlebihan harus dihindari, dan sebaliknya, kedermawanan dan berbagi harus menjadi prioritas. Pada akhirnya, setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban atas harta yang mereka peroleh dan bagaimana mereka menggunakannya. Islam mengajarkan keseimbangan dalam memandang harta—menghargainya, namun tidak terikat padanya.