Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali menghadapi situasi di mana kita tahu akan kebenaran, namun ragu untuk menyampaikannya karena takut dianggap tidak mampu mengamalkannya sendiri. Ketakutan ini sering muncul dari pemikiran bahwa menyampaikan kebenaran (dakwah) harus selalu disertai dengan pengamalan yang sempurna. Padahal, hal ini tidak sepenuhnya benar dan justru berisiko membuat kita enggan menjalankan dua perintah penting dari Allah: menyampaikan kebenaran dan beramal.
Dua Perintah Penting: Dakwah dan Beramal
Allah SWT memerintahkan kita untuk melakukan dua hal penting dalam kehidupan ini: berdakwah, yaitu menyampaikan kebenaran, dan beramal, yaitu mengamalkan apa yang telah disampaikan. Kedua hal ini merupakan perintah yang saling melengkapi, namun bukan berarti keduanya harus selalu dilakukan secara sempurna dan bersamaan.
Menyampaikan kebenaran adalah bagian dari dakwah, sebuah perintah mulia yang tidak hanya ditujukan kepada para ustaz, ulama, atau tokoh agama, tetapi kepada setiap Muslim. Dalam QS. Al-Imran [3]: 104, Allah berfirman:
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung."
Sedangkan beramal, adalah perintah untuk melaksanakan kebenaran yang sudah kita ketahui dan sampaikan. Namun, kekhawatiran akan ketidaksempurnaan amal sering kali menjadi penghalang bagi kita untuk menyampaikan kebenaran, padahal Allah menilai usaha dan niat kita, bukan sekadar hasil akhirnya.
Menyampaikan Kebenaran: Bagian dari Tanggung Jawab
Kita tidak harus menunggu sempurna untuk menyampaikan kebenaran. Kewajiban berdakwah tidak hanya terletak pada seberapa baik kita bisa mengamalkannya, tetapi pada usaha kita untuk menjadi agen kebaikan bagi orang lain. Dengan menyampaikan kebenaran, kita berusaha menunaikan salah satu perintah Allah dan menjadi jalan bagi orang lain untuk mendapatkan hidayah.
Bayangkan jika kita memilih untuk tidak menyampaikan kebenaran karena takut dianggap tidak mengamalkan. Maka, kita kehilangan dua hal: pertama, pahala dari menyampaikan kebenaran, dan kedua, peluang untuk terus belajar dan memperbaiki diri agar bisa mengamalkan kebenaran tersebut.
Menghadapi Ketidaksempurnaan dengan Tawakal
Dalam perjalanan hidup, ketidaksempurnaan adalah hal yang wajar. Rasulullah SAW pernah bersabda:
"Setiap anak Adam pasti bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat." (HR. Tirmidzi).
Ketidaksempurnaan bukan alasan untuk berhenti berdakwah. Sebaliknya, ini adalah kesempatan untuk menunjukkan bahwa setiap Muslim, betapapun seringnya ia khilaf, tetap memiliki kewajiban untuk menyampaikan kebenaran. Sikap tawakal dan niat yang tulus dalam menyampaikan kebenaran meski diri sendiri belum sempurna dalam mengamalkannya adalah bagian dari perjuangan dan ibadah yang bernilai di mata Allah.
Pilihan: Tidak Mendapatkan Apa-Apa atau Mendapatkan Dua-Duanya?
Pada akhirnya, kita dihadapkan pada dua pilihan: tidak menyampaikan kebenaran karena takut dianggap tidak mengamalkannya, atau tetap berdakwah sambil terus berusaha memperbaiki diri. Pilihan pertama membuat kita tidak mendapatkan apa-apa; tidak ada pahala dakwah, tidak ada usaha perbaikan diri. Sedangkan pilihan kedua membuka peluang untuk mendapatkan dua pahala sekaligus: pahala dari berdakwah dan pahala dari usaha beramal.
Jangan takut menyampaikan kebenaran. Jadikan dakwah sebagai pengingat bagi diri sendiri dan sebagai amal kebaikan bagi orang lain. Karena, dengan begitu, kita sedang berusaha memenuhi dua perintah Allah sekaligus: menyampaikan dan mengamalkan. Mari kita pilih untuk mendapatkan dua-duanya.