Riya, yaitu melakukan ibadah atau amal kebaikan dengan tujuan agar dilihat atau dipuji oleh orang lain, adalah salah satu perilaku yang sangat dilarang dalam Islam. Dalam ajaran agama, ibadah harus dilakukan semata-mata karena Allah, tanpa ada tujuan duniawi atau kepentingan pribadi. Riya bertentangan dengan makna ibadah itu sendiri, yang seharusnya menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk meraih pujian manusia. Berikut adalah beberapa alasan mengapa kita harus menghindari riya dalam beribadah.

Ibadah yang Tidak Ikhlas Tidak Akan Diterima oleh Allah

Islam mengajarkan bahwa setiap amal perbuatan, termasuk ibadah, harus dilandasi dengan niat yang ikhlas hanya karena Allah. Allah berfirman dalam Al-Qur'an, "Dan mereka tidak disuruh kecuali agar mereka menyembah Allah dengan ikhlas dalam beragama." (QS. Al-Bayyinah: 5). Jika ibadah dilakukan untuk mendapatkan pujian atau pengakuan dari orang lain, maka amal tersebut tidak akan diterima oleh Allah, karena tidak memenuhi syarat ikhlas. Hal ini juga menunjukkan bahwa niat yang benar adalah landasan utama agar ibadah kita memiliki nilai di sisi-Nya. Ibadah yang dilakukan dengan niat yang benar akan mendatangkan keberkahan dan pahala yang tidak terbatas. Tanpa niat yang ikhlas, ibadah hanya akan menjadi rutinitas kosong tanpa makna yang sesungguhnya.

Ibadah dengan Riya Tidak Akan Diterima oleh Allah

Allah berfirman dalam Al-Qur'an bahwa amal perbuatan yang tidak dilakukan dengan niat yang ikhlas tidak akan diterima. Beribadah dengan riya berarti kita berusaha mendapatkan penghargaan manusia, dan bukan ridha Allah. Rasulullah SAW menegaskan bahwa Allah tidak melihat penampilan luar, tetapi melihat hati dan amal perbuatan kita. Riya hanya akan membawa kerugian bagi pelakunya karena amalnya tidak mendapat pahala dari Allah. Hal ini menjadikan kita merugi karena sudah mengorbankan waktu dan tenaga untuk sesuatu yang tidak bernilai. Keikhlasan dalam beribadah adalah syarat utama agar amal kita diterima oleh Allah. Jika amal dilakukan dengan niat riya, maka segala usaha dan pengorbanan tersebut akan sia-sia.

Riya Mengurangi Pahala yang Diterima

Jika seseorang melakukan ibadah dengan riya, maka dia sudah mendapatkan "pahala" berupa pujian dari orang lain. Ini mengurangi pahala yang seharusnya diberikan Allah untuk ibadah yang dilakukan. Dalam hadits, Rasulullah SAW menyebutkan bahwa orang yang beramal dengan riya tidak akan mendapatkan pahala dari Allah, dan amal tersebut menjadi sia-sia. Pada akhirnya, segala usaha yang dilakukan hanya mendapatkan balasan dari dunia yang sementara, sementara pahala di akhirat menjadi hilang. Ini menjelaskan betapa pentingnya menjaga niat dalam setiap amal perbuatan, agar setiap ibadah kita tidak terhambat oleh keinginan duniawi.

Riya Membuat Hati Jauh dari Allah

Riya dapat menyebabkan hati seseorang menjadi keras dan jauh dari Allah. Jika ibadah hanya dilakukan untuk mendapatkan perhatian manusia, maka kedekatan dengan Allah akan berkurang. Ibadah yang dilakukan dengan ikhlas akan membawa ketenangan hati dan meningkatkan hubungan spiritual dengan Allah. Sebaliknya, jika tujuan ibadah adalah untuk dilihat manusia, maka hati akan terbebani dengan harapan-harapan duniawi, yang menjauhkan kita dari rasa cinta dan takwa kepada Allah. Ibadah yang murni tanpa riya akan membawa kedamaian dalam hati dan membantu kita tetap terhubung dengan Allah dalam setiap keadaan. Tanpa ikhlas, kita hanya akan merasa kosong meskipun melakukan ibadah yang banyak.

Riya Menumbuhkan Sifat Takabur

Ketika beribadah dengan riya, seseorang bisa merasa lebih baik daripada orang lain dan merasa bangga dengan amalannya. Hal ini dapat menumbuhkan rasa takabur dan kesombongan, yang bertentangan dengan nilai-nilai tawadhu' (rendah hati) dalam Islam. Menjaga hati agar tetap rendah hati adalah bagian penting dari ibadah yang diterima Allah. Ibadah yang dilakukan dengan riya akan membawa kita pada perasaan sombong, yang justru menjauhkan kita dari kesempurnaan dalam beribadah. Dalam Islam, kesombongan adalah sifat yang sangat dibenci oleh Allah, dan seseorang yang merasa lebih baik dari orang lain berisiko kehilangan kebaikan yang sejati. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga hati agar tetap tulus dan tidak terjerumus pada sifat takabur.

Riya Menjadi Penghalang untuk Mendekatkan Diri kepada Allah

Riya juga dapat menjadi penghalang besar dalam proses kita mendekatkan diri kepada Allah. Ketika kita beribadah dengan tujuan agar dilihat orang, hati kita lebih tertuju pada pujian manusia daripada kepada Allah. Seiring berjalannya waktu, niat tersebut bisa menjadi kebiasaan yang semakin mendominasi ibadah kita, sehingga tujuan utama beribadah—yaitu untuk mencari ridha Allah—menjadi kabur. Hal ini tentunya merugikan kita, karena ibadah yang sejati adalah yang dilakukan semata-mata untuk Allah, tanpa ada keinginan selain dari-Nya. Dengan menjaga niat agar tidak terkontaminasi dengan riya, kita dapat memurnikan ibadah kita dan menjadikannya sebagai sarana mendekatkan diri yang sebenarnya kepada Allah.

Riya adalah penghalang bagi ibadah yang ikhlas. Menghindarinya sangat penting agar amal kita diterima oleh Allah dan memberikan dampak positif dalam hidup kita. Dengan niat yang ikhlas, setiap amal akan bernilai dan membawa keberkahan. Kita perlu selalu menjaga keikhlasan dalam beribadah, karena hanya dengan niat yang benar, ibadah kita akan mendapatkan ridha Allah dan pahala yang abadi. Menghindari riya adalah langkah pertama untuk memastikan bahwa setiap ibadah yang kita lakukan memiliki tujuan yang benar, yaitu mendekatkan diri kepada Allah dan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.